Internazionale seakan mengalami de javu selayak musim kemarin. Penampilan inkonsisten masih
mewarnai perjalanan tim Biru Hitam asal kota Milan, setidaknya dalam beberapa musim
belakangan. Pergantian pelatih di tengah kompetisi berjalan seakan akrab dengan
Inter.
Korban terakhir tentunya Walter Mazzari, yang dipecat medio
November 2014 silam. Pelatih yang sebelumnya sukses mengatrol prestasi Napoli
di Serie A itu seakan tak berdaya ketika harus menahkodai Inter. Nasib tak jauh berbeda juga pernah dialami oleh Benitez , Leonardo, Gasperini, Ranieri hingga Stramaccioni. Barisan allenatore itu dianggap tidak bisa memenuhi ekspektasi manajemen Inter kala itu.
Memang semenjak ditinggalkan Jose Mourinho, prestasi Nerazzuri seakan terjun bebas. Kini, Inter kembali ditangani oleh Roberto Mancini. Pelatih yang pernah mempersembahkan 3 gelar Serie A, 2 Coppa Italia dan 1 Piala Super Italia medio 2004-2008. Beban berat pun dibebankan kepada pria yang akrab disapa Mancio itu.
Gerak cepat dilakukan Mancio. Dalam bursa transfer musim
dingin ini, eks striker Lazio itu berhasil mendaratkan dua
winger striker jempolan. Lukas Podolski dari Arsenal dan Xherdan Shaqiri dari
FC Bayern. Keduanya didatangkan dengan status pinjaman dengan opsi pembelian di
akhir musim.
Meskipun lebih sering hanya menjadi penghangat bangku
cadangan di skuad Timnas Jerman maupun Arsenal, Mancio meyakini potensi Poldi
belum lah habis. Akselerasi dan tembakan keras dari mantan kapten FC Koln ini
masih bisa diandalkan untuk menggedor pertahanan lawan. Begitu pun dengan Xherdan
Shaqiri yang tampil gemilang di Piala Dunia 2014 namun bakatnya tersiakan di
Bayern Muenchen. Shaqiri dinilai kalah bersaing dengan barisan gelandang
Bayern, seperti Robben dan Ribery. Hal tersebut membuat pemain berjuluk Alpen’s Messi itu pun tak ragu untuk berbaju
biru hitam Januari ini.
Dengan tambahan dua amunisi mumpuni itu Mancini diharapkan bisa menempatkan Inter minimal di posisi 3 besar liga di akhir musim nanti. Hal yang cukup realistis, menilik dominasi Juventus dan Roma belakangan ini.
Lalu kenapa I Nerazzuri harus finish di zona Liga
Champions musim ini?
Selain mencari momentum kebangkitan La Beneamata. Giuseppe Meazza yang markas Inter adalah venue bagi final Champions League 2015/2016.
Presiden Inter, Erick Thohir mengisyaratkan agar Inter bisa ambil bagian di
kompetisi tertinggi antar klub Eropa tersebut musim depan. Sebagai calon tuan
rumah laga final, Inter tentu tidak ingin berlaku hanya sebagai penonton bukan?
Sayangnya, hingga pertengahan performa Inter di liga bisa
dibilang masih labil. Dari 3 pertandingan Serie A di Januari, Inter hanya bisa
meraup 5 poin saja. Hasil 2 kali imbang kontra Juve dan Empoli plus 1
kemenangan saat menjamu Genoa di Meazza. Bukan hal yang baik tentunya bagi tim
yang ditargetkan jadi penghuni 3 besar.
Dengan performa naik turun empat musim belakangan ini, Inter
harusnya mulai menyadari siapa musuh terbesar klub ini. Bukan Milan, Roma
bahkan Juventus! Musuh yang benar-benar harus ditaklukkan Inter adalah dirinya
sendiri.
Ya, inkonsistensi Inter adalah musuh utama Inter.
Ditulis oleh @oongwie.
Diambil dari berbagai sumber.